Lir-ilir, lir-ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…
Lir ilir, judul dari tembang di atas. Bukan sekedar tembang dolanan
biasa, tapi tembang di atas mengandung makna yang sangat mendalam.
Tembang karya Kanjeng Sunan kali jaga ini konon dibuat tahun 1400 ini
memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah. Carrol
McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum
kagum dengan tembang ini, beliau sering memainkannya. Maya Hasan,
seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin
mengerti filosofi dari lagu ini. Para pemain Harpa seperti Maya Hasan
(Indonesia), Carrol McLaughlin (Kanada), Hiroko Saito (Jepang), Kellie
Marie Cousineau (Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico)
pernah menterjemahkan lagu ini dalam musik Jazz pada konser musik “Harp
to Heart“.
Apakah makna mendalam dari tembang ini? Mari kita coba mengupas maknanya
Lir-ilir, lir-ilir
tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau
bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga
diartikan sebagai sadarlah. Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang
perlu untuk dibangunkan?Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh?
kesadaran ? Pikiran? terserah kita yang penting ada sesuatu yang
dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara
menghidupkannya ada gerak..(kita fikirkan ini)..gerak menghasilkan
udara. ini adalah ajakan untuk berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada
sesuatu yang dihidupkan.
tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar.
Bait ini mengandung makna kalau sudah berdzikir maka disitu akan
didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan pohon yang hijau dan indah.
Pohon di sini artinya adalah sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi
kita. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang
baru memeluk agama Islam.
Sedemikian maraknya perkembangan
masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan
implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam
jenjang kehidupan pernikahannya.
Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi.
Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan “Pak Jendral” , “Pak Presiden” atau
yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ? Cah angon maksudnya adalah
seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu
“menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu,kenapa
“Blimbing” ? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas
Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama
Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan
rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ?
ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil
Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu
dalam melaksanakan Islam.
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro.
Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil
untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa.
Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.
Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir.
Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan,
kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah
”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore.
Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui
Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu.
Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada
hari pertanggungjawaban kelak.
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane.
Para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal
tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu
masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita.
Yo surako surak hiyo.
Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita terapkan syariat
Islam” sebagai tanda kebahagiaan. Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu
kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :25)
“Ilir-ilir” secara garis besar bermakna ajakan, seruan, mobilisasi bagi
para juru dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga untuk mengembangkan
nilai-nilai Islam di bumi Nusantara. Boleh dibilang, “Ilir-ilir” adalah
lagu politis -berbasis geopolitik- pada saat itu.
Categories:
Tulisan