Pernahkah Anda
mendengar cerita Pak Tua dan kereta api? Makna yang dikandung cerita ini
demikian lekat dengan kehidupan kita sehari-hari, akan tetapi sering
kali kita lalaikan begitu saja. Jika Anda belum pernah mendengarnya,
maka inilah ceritanya...
Suatu ketika, seorang kakek dengan
penampilan yang cukup berwibawa masuk ke gerbong sebuah kereta api.
Kakek tersebut terlihat cukup tua dan
berwibawa hingga siapa saja yang melihatnya pasti menaruh hormat
kepadanya. Seperti penumpang lainnya, Si Kakek tentu mencari tempat
duduk yang cocok untuknya karena kereta api akan jalan sebentar lagi. Ia
telusuri deretan bangku demi bangku untuk mencari tempat duduk yang
kosong.
Pertama kali ia melalui bangku berisi anak-anak yang lagi asyik bermain;
"Assalaamu'alaikum?", sapanya.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh, Selamat datang Kek...", jawab mereka.
"Maaf anak-anak, adakah tempat duduk yang kosong untukku?" tanya si Kakek.
"Oh... sayang sekali Kek, sebenarnya kami siap membantuKakek dengan
senang hati karena Kakek adalah orang yang demikian kami hormati. Akan
tetapi kami masih anak-anak yang gemar bermain, kami khawatir jika Kakek
akan terganggu dengan kegaduhan kami selama di perjalanan, Kakek cari
tempat duduk lainnya saja", jawab mereka.
Maka Si Kakek pindah
ke deretan bangku berikutnya... di situ ia mendapati muda-mudi yang
sedang asyik berpacaran. Mereka duduk berduaan dengan mesra sambil
sesekali melantunkan bait-bait puisi yang romantis:
"Assalaamu'alaikum?", sapanya.
"Wa'alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh, selamat datang Kek, ada yang bisa kami bantu?" kata mereka.
"Hmm... maaf adik-adik, adakah tempat kosong untukku?" tanya Si Kakek.
"Oh Kek, tentu ada... akan tetapi sebagaimana yang Kakek lihat, kami
adalah anak-anak muda yang sedang asyik berbulan madu... kami khawatir
Kakek akan merasa risih melihat kami bermesraan selama di perjalanan.
Karenanya, lebih baik Kakek mencari tempat duduk lainnya" jawab mereka.
Sang Kakek kembali melanjutkan perjalanannya menyusuri gerbong kereta
tersebut hingga ia sampai di deretan kursi yang ditempati oleh para
pengusaha. Mereka sedang asyik membicarakan proyek-proyek besar yang
sedang atau akan mereka garap. Sambil membentangkan peta usaha mereka
terlibat dalam pembicaraan serius hingga salam hangat yang penuh wibawa
tersebut terdengar...
"Assalaamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh!" kata Sang Kakek.
"Oh.. Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wa barakaatuh... Ada apa Pak?" jawab mereka.
"Maaf, bisakah bapak-bapak geser sedikit untuk memberiku tempat duduk?" pinta Si Kakek.
"Kakek yang terhormat, sebenarnya Kami senang hati menerima Kakek di
sini... akan tetapi Kakek lihat sendiri bahwa kami sibuk membicarakan
bisnis dan usaha kami. Kami khawatir Kakek akan terganggu dengan
kesibukan kami selama di perjalanan nanti... jadi, sebaiknya Kakek cari
tempat lain saja", jawab mereka.
Demikianlah, lagi-lagi Si
Kakek harus kembali berjalan terhuyun-huyun di tengah gerbong kereta api
untuk mencari tempat duduk. Demikian seterusnya, tiap kali ia melewati
sederetan tempat duduk selalu ada saja alasan mereka untuk menolaknya.
Mereka memang menghargai Si Kakek mengingat usianya yang telah lanjut
dan pancaran wibawanya, akan tetapi ujung-ujungnya mereka tidak juga
memberinya tempat.
Akhirnya, setelah menyusuri gerbong dari
ujung, tibalah Sang Kakek di deretan kursi terakhir... Nampak di situ
sebuah keluarga duduk bersama. Seorang ayah dengan baju takwa dan
pecinya, lalu ibu dengan jilbab dan busana muslimahnya dan dua orang
anak mereka yang masih kecil namun sopan-sopan.
Melihat Kakek yang nampak kecapaian tadi, kontan si Ayah berkata:
"Assalaamu'alaikum Kek, ada yang bisa kami bantu?"
"Wa'alaikumussalaam warahmatullahi wa barakaatuh, oh terima kasih banyak...", sahut Si Kakek.
(Belum lagi si Kakek mengutarakan hajatnya, lelaki tersebut segera menimpali):
"Muhammad, ayo kamu duduk sama Abi di sini; dan Ahmad, kamu geser ke
sebelah sana... biar Kakek duduk di sampingmu", kata Sang Ayah kepada
kedua anaknya. Mereka pun segera menuruti perintah ayahnya dan
memberikan tempat duduk bagi Si Kakek.
Alangkah bahagianya Si
Kakek mendapat perlakuan baik seperti itu. Bukan saja senang mendapat
tempat duduk, akan tetapi ia lebih bahagia karena merasa dihormati dan
dihargai oleh mereka. Kepenatannya mencari tempat duduk selama ini sirna
seketika begitu ia mendapat tempat yang cocok tersebut.
Priiiit!!! Bunyi peluit tanda kereta segera berangkat terdengar, dan
perjalanan pun dimulai. Seperti biasa, dalam perjalanan kereta tersebut
singgah di beberapa stasiun sebelum berhenti di kota tujuan. Dan tiap
kali kereta tersebut berhenti, selalu ada penjaja makanan yang
menawarkan dagangannya kepada para penumpang. Nah, ketika berhenti di
stasiun pertama, terdengar suara seorang pedagang asongan yang
menawarkan berbagai makanan ringan, maka Si Kakek memanggilnya. Ketika
orang tersebut datang, Si Kakek berkata kepada keluarga yang duduk
bersamanya: "Ayo, ambil apa saja yang kalian inginkan.. jangan
malu-malu".
Maka mereka pun memesan semua makanan yang mereka
suka.. lalu Si Kakek mengeluarkan dompetnya dan membayar semuanya.
Kontan seluruh penumpang bengong melihat kejadian tersebut. Mereka
berbisik: "Wah, kaya juga ternyata Kakek itu.. enak ya, ditraktir makan
sesukanya.."
Tak lama lagi, bagian restorasi pun lewat..
seperti biasa, mereka menawarkan menu-menu spesial seperti nasi rames,
nasi goreng, ayam goreng dan sebagainya. Si Kakek kembali memanggilnya
dan menawarkan kepada keluarga tadi untuk memesan apa saja yang mereka
inginkan.. lalu membayar seluruhnya. Maka para penumpang lainnya makin
heran dengan pemandangan tersebut, dan mereka mulai menyesali perbuatan
mereka yang menolak Si Kakek untuk duduk bersama mereka sebelumnya.
Beberapa jam kemudian, kereta api tadi singgah di stasiun berikutnya.
Maka terdengarlah suara penjaja permen cokelat yang menawarkan
dagangannya. Maka ia pun dipanggil oleh Si Kakek dan untuk ketiga
kalinya ia menawarkan kepada keluarga tersebut untuk memilih cokelat apa
yang mereka inginkan. Setelah masing-masing mengambil sesukanya, Si
Kakek kembali mengeluarkan dompetnya dan membayar seluruhnya. Lagi-lagi
para penumpang dibikin heran dengan pemandangan tersebut dan makin
menyesal.
Akhirnya, setelah menempuh beberapa jam perjalanan,
tibalah kereta api di stasiun tujuan.. namun, ada suatu hal yang tidak
biasanya terjadi di sana. Para penumpang menyaksikan ada konvoi besar
yang menyambut kedatangan kereta tersebut. Mereka melihat para pejabat
dan sejumlah pasukan siap siaga di kanan-kiri gerbong kereta. Lalu
begitu kereta berhenti, masuklah seorang laki-laki dengan pakaian
kebesaran dengan dikawal oleh beberapa orang memeriksa bangku kereta
satu persatu. Betapa kagetnya para penumpang ketika mendapati bahwa
orang ini adalah Bapak Presiden yang khusus datang untuk menjemput tamu
kehormatannya.
Namun, mereka lebih kaget lagi ketika tahu bahwa
tamu kehormatan tersebut adalah si Kakek tua yang duduk di akhir
gerbong, yang awalnya mereka tolak untuk duduk bersama mereka.
Begitu menghampiri Si Kakek, Bapak Presiden langsung memeluknya
erat-erat dan menyalaminya dengan hangat. Ia pun menawarkan agar Si
Kakek dijemput dengan mobil pribadinya untuk diantar ke istana dan
mendapat jamuan spesial.. ya, bahkan sangat spesial!!
Sang
Kakek menerimanya dengan senang hati, namun dengan syarat bila keluarga
yang duduk bersamanya juga mendapat perlakuan sama. Presiden pun
menerima permintaannya dengan senang hati, dan saat itulah para
penumpang yang ada di gerbong tadi menyesal luar biasa atas penolakan
mereka.. mereka berharap andai saja mereka membiarkan Kakek tersebut
duduk bersama mereka dan menghentikan sejenak kesibukan mereka untuk
memberinya perhatian, atau meluangkan sedikit waktu dan tempat agar
Kakek tadi dapat duduk bersama mereka.. atau.. tapi sayang, semuanya
telah terlambat dan perjalanan telah berakhir.. yang tersisa hanyalah
penyesalan demi penyesalan.
Nah, saudara pasti bisa menebak siapakah Kakek tersebut?
Benar.. dialah.. agama.. yang selama ini kita hargai dan kita hormati
akan tetapi sering kali kita kesampingkan dalam hidup ini. Ketika
nilai-nilai agama hendak ditanamkan ke anak-anak, kita menolaknya dengan
alasan: "Khan mereka masih kecil.. biarlah mereka bebas bermain, bebas
berpakaian, dan lain-lain.. belum saatnya mereka disuruh menjadi orang
'alim". Dan akhirnya masa kanak-kanak terlewatkan begitu saja.
Kemudian ketika mereka beranjak dewasa kita pun menolaknya dengan
alasan: "Kasihan kalau remaja harus dikekang dengan aturan agama, tidak
boleh bebas bergaul dan berteman dengan lawan jenis.. atau, kasihan
kalau mereka harus mengisi bulan madu dengan acara-acara keagamaan,
biarlah mereka menikmatinya terlebih dahulu.. dan semisalnya", maka masa
itu pun terlewatkan juga.
Kemudian ketika mereka telah
beranjak dewasa dan mulai tersibukkan dengan berbagai pekerjaan, lalu
datang 'tawaran' untuk menerapkan agama dalam kehidupan mereka, suara
sumbang tersebut kembali terdengar.. "Wah, kita sekarang lagi
sibuk-sibuknya mengurus perusahaan, proyek, bisnis dan lain sebagainya..
kita tidak ada waktu untuk mempelajari Islam dan menerapkannya
sedemikian rupa".
Akhirnya umurpun berlalu demikian cepat tanpa
mereka sadari dan tibalah masing-masing di stasiun akhirnya.. tempat
mereka menuai hasil dari yang selama ini mereka usahakan.. ajal mereka
telah habis dan kesempatan itu telah berlalu. Mereka hanya bisa bengong
dan menyesal menyaksikan orang-orang yang selama ini mereka anggap
'kolot', 'sok alim' dan lain sebagainya karena demikian menerapkan
ajaran agama: mereka iri luar biasa menyaksikan besarnya penghargaan
yang diberikan atas kesediaan mereka untuk bersama Si Kakek (baca:
Islam) ketika orang-orang menolaknya.. ternyata itu semua membuahkan
hasil yang tak diduga: Kenikmatan selama perjalanan (baca: dunia) dan
kebahagiaan distasiun tujuan (baca: akhirat)..
Demikianlah, semoga pembaca terinspirasi dengan kisah ini..
Sumber: blog Abu Hudzaifah Al Atsary
Categories:
Tulisan